Senin, 15 April 2013

Share yang meng-inspirasi dari Pimpinan saya

Semoga Menginpirasi
terima kasih Pak Pri...


Inovasi, Inovatif
(Gatra) Sejarah mencatat, banyak pemimpin yang gagal ketika mendapat kesempatan menjadi orang nomor satu. Tetapi pena sejarah juga memperlihatkan,banyak pemimpin yang dikenang hingga saat ini dan menjadi sumber inspirasi yang tidak ada habisnya. Pemimpin di sini tak hanya para pemegang tampuk pemerintahan, melainkan juga mereka yang memegang kendali perusahaan.

Banyak pula ahli manajemen yang berpendapat bahwa sebuah perusahaan sangat bergantung pada chief executive officer (CEO)-nya. Direktur pemasaran boleh saja menyodorkan angka-angka penjualan yang meningkat setiap tab un dan menghasilkan pemasukan melebihi target yang dicanangkan. Direktur keuangan juga bisa membanggakan sistem akuntasi yang akuntabel dan terkendali.

Namun semua itu kembali ke CEO. Sosok inilah yang menjadi dirigen sebuah orkestrasi perusahaan. Dalam orkes simfoni yang dipimpinnya, boleh saja ada cellist sekaliber Yo Yo Ma. Tetapi bahkan seorang cellist sehebat Ma pun harus memperhatikan baton yang dipegang seorang dirigen di tangan kanannya, dan matanya harus tajam memperhatikan tangan kiri sang dirigen agar tidak keluar dari dinamika yang digariskan.

Dr. Linda Henman, dalam buku terbarunya, Landing in the Executive Chair: How to Excel in the Hot Seat, merumuskan lima syarat untuk menjadi seorang CEO jempolan. Meski bukan menjadi syarat mutlak (karena tiap CEO memiliki variasi persoalan yang unik), pemikiran Henman bisa dicermati.

Kemampuan berpikir strategis adalah yang pertama dan yang membentuk efektif-tidaknya seorang pemimpin. Seorang CEO tahu bagaimana menyelaraskan strategi jitu dengan taktik dan talenta yang ada. Mereka yang bereaksi terhadap sebuah kejadian ketimbang merencanakan masa depan akan tetap menjadi follower dan bukan pemimpin.

Lalu kemampuan membuat keputusan yang tepat. Faktor ini menjadi pusat keberhasilan kepemimpinan seorang CEO. Keputusan yang tidak berhasil menemui sasaran sama buruknya dengan seorang CEO yang tidak bisa menemukan keputusan yang tepat.

Seorang CEO yang oke tahu bagaimana membuat simpul yang tepat antara sumber daya manusia yang tepat dan strategi yang ia gariskan. Untuk kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang tepat, seorang CEO akan mencari yang terbaik dari yang tersedia dan memberikan kompensasi yang tepat.

Excellence menjadi syarat berikutnya yang harus dimiliki seorang CEO. Aim high, begitu tagline yang biasa muncul. Menghabiskan pikiran untuk masalahmasalah tersier bukan ciri seorang CEO yang baik.

Henman menempatkan orientasi pada hasil di bagian akhir persyaratannya. Setelah mendapatkan SDM yang mumpuni, menetapkan target yang jelas dan tanggung jawab, hasil akhir yang positif adalah buah yang diperoleh seorang CEO, yang kemudian menjadi kebanggaan korporat.

Ketika GATRA membangun rencana untuk mendapatkan sejumlah CEO terbaik, sebagian besar pemikiran tersebut menjadi pertimbangan utama. Prestasi para CEO yang ada dalam edisi ini, terutama menvangkut hasil akhir, sesungguhnya sudah banyak dipublikasikan. Namun, bagaimana mereka mencapai hasi I tersebut, belum begitu banyak mendapat tempat dan para CEO sedikit-banyak lebih suka menutupinya.

Wardah Cosmetics sampai pada titik saat ini, misalnya, melalui sejumlah batu sandungan terlebih dahulu. Hampir tiga dekade dijalani Nurhayati Subakat sebelum kosmetik buatannya mendapat tempat di hati masyarakat. Wardah Cosmetics mengubah citra halal (label yang semula tidak disukai) menjadi trendi, disukai masyarakat.

Dalam perjalanannya, Nurhayati telah mencoba berbagai pola pemasaran yang ada, terutama direct selling. Bahkan ia mencoba menjual produknya langsung ke pesantren. Kehadiran talenta-talenta muda di tubuh perusahaannya mengubah banyak hal, dari produk, strategi bisnis, hingga pola pemasaran. SDM berusia muda ini mendorong inovasi di dalam tubuh perusahaan tersebutdan membawa gerbong Wardah Cosmetics mencapai sasarannya.

Sewaktu membangun Big Daddy, Michael Rusli sudah tahu apa yang hendak dilakukan di industri showbiz, yaitu konsolidasi. Melebarkan tangan ke hulu dan hilir bisnis ini kemudian dilakukan Michael untuk Big Daddy. Ia berpikir dua-tiga langkah ke depan setelah mendapatkan stabilitas cashflow lewat event berdurasi panjang.

Michael mendirikan website untuk melayani penjualan tiket pertunjukannya, yang bisa memastikan pemasukan di muka bagi perusahaannya. Lalu ia melirik tata suara dan menanamkan modal di sana. Satu lagi, kepastian backline diperoleh lewat pengadaan macam ini.

Terakhir adalah gedung pertunjukan, yang juga mengacu pada kepastian arus uang. Venue ini, bila tidak digunakan sendiri, masih bisa disewakan untuk promotor lain.

Krisis keuangan yang menimpa Astra Daihatsu Motor pada 1998 tidak lantas membuat Sudirman Maman Rusdi berdiam diri. Justru dalam keadaan seperti itu, naluri bertahannya muncul. Ide memproduksi kendaraan "idaman" baru pun dikomunikasikan kepada principal Daihatsu di Jepang. Ide itu sekarang menjadi pemandangan seharihari di jalan-jalan di seluruh Indonesia lewat Xenia dan Avanza.

Para CEO yang memimpin perusahaan pelat merah juga memenuhi persyaratan yang dijelaskan para ahli manajemen di bagian-bagian awal. Mereka berpikir inovatif, memiliki naluri bertahan yang kuat, dan berani mengambil risiko.

PT Telekomunikasi Indonesia, yang sudah sangat profitable, tidak lantas meninabobokan Arif Yahya. Justru di posisi paling puncak itu, ia melihat jauh ke depan dengan membangun sebuah corporate university (corpu) guna menghasilkan SDM jempolan. Target yang dicanangkan Arif lewat corpu ini berada dalam jangkauan: 1.000 pegawai Telkoin bersertifikat internasional pada 2014.

Disiplin tinggi tak hanya digariskan seorang pemimpin kepada para pegawainya. Emirsyah Satar, orang nomor satu di tubuh PT Garuda Indonesia, juga menjalankan apa yang diperintahkannya: ia tidak mau terlambat memasuki perut pesawat Garuda. Kinerja on time, yang satu windu terakhir dijalani dengan baik oleh flag carrier Indonesia itu, tidak pantas tercoreng oleh orang nomor satunya.

PT Kodja Bahari yang hampir kandas dan memiliki semua peluang untuk dihubarkan justru membuat Riry Syeried Jetta berpikir sedikit "nekat". Berpegang pada filosofi "mengupayakan yang kecil daripada menghancurkan yang sudah ada", Riry kemudian melakukan restrukturisasi di tubuh perusahaan itu. Lampu hijau bagi restrukturisasi itu sesungguhnya tidak mudah didapat, karena pemerintah ingin secepatnya mengamputasi Kodja daridaftar BUMNnya.

Di perusahaan yang melayani pesanan fully customized, ia sadar, kecepatan kerja dan keikhlasan kerja karyawannya menjadi kunci utama. Riry melakukan pendekatan personal terhadap para karyawan dengan lebih sering turun ke lapangan. Ia juga melakukan pendekatan dan meyakinkan para penyedia bahan baku dan modal. Kerja keras itu terlihat dari birunya laporan keuangan Kodja.

Semua prestasi para CEO itu bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca sekalian.

PRI
It's never too late, never too old ....to start up ...what ever we want to achieve...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar