Mu’allimin Wahab adalah ulama nomor
satu di tanah Betawi Kawasan Bukit Duri setelah beliau barulah yang
lainnya. Ia lahir di Jakarta pada tahun 1908 dengan nama Abdul Wahab, anak
pasangan Muhammad Sholeh dan Napsiah. Ibunya adalah seorang guru agama bagi
hampir seluruh warga betawi di bukit duri dan sekitarnya pada saat itu, dengan
sapaan akrab guru Nap. Sang ibu adalah tokoh masyarakat yang sangat
disegani.Dari wanita inilah kemudian lahir banyak Ulama dan Habaib berdarah
betawi di Bukit Duri Jakarta.
Mu’allim Wahab, demikianlah nama seorang
tokoh yang pernah sangat akrab di dengar bagi masyarakat di kawasan Bukit
Duri di masa lalu. Secara historis, peranan Mu’allim Wahab sangatlah
sentral dalam membentuk masyarakat Bukit Duri sebagai salah satu wilayah dari
sedikit wilayah di Jakarta ini yang memiliki asatidz dan keterkaitan keluarga
dengan Guru Nap.
Salah satunya adalah keluarga Habib
Abdurahman Bin Ahmad bin Abdul qodir Assegaf, termasuk di dalamnya. Karena
Habib Abdurahman menikah dengan H.Barkah, yang tak lain adalah cucu dari
Guru Nap. Sehingga seluruh putra Habib Abdurahman,yang saat
ini juga menjadi ulama,pun tak lain keluarga besar Guru nap, ibunda dari
Mu’allimin Wahab.
Setelah dididik dalam lingkungan
keluarga yang penuh nuansa keilmuan, terutama dari tangan dingin sang ibu, ia
melanjutkan pelajarannya kepada guru Marzuki inilah dirinya semakin terbentuk
sehingga menjadi ulama besar pada beberapa dekade silam.
Teladan Kesabaran
Hampir semua masalahnya yang ada
dihadapinya dengan penuh kesabaran, kesabarannya tidak mengenal waktu dan
tempat. Kepada murid-muridnya ,maupun di tengah keluarganya. Walhasil, dalam
kondisi apapun ia dapat tetap tampil sebagai seorang yang disegani, karena
kesabarannya yang luar biasa tinggi.
Suatu ketika sepeda yang iya gunakan di
pengadilan agama hilang di curi orang. Sedikitpun tak keluar dari lisannya
kata-kata keluhan apalagi celaan untuk orang yang mengambil sepedanya. di
tengah perjalanan pulang seseorang yang sering melihat ia menaiki sepeda
bertanya. Dengan ringan dia menjawab” Ada yang pinjam”
Pada saat yang lain sudah dua bulan
beras jatah bulanan dari kantornya tidak ia ambil. Setelah lewat dua bulan,
salah seorang karyawan lainya mengatakan,”Mu’allim berasnya kok gak
diambil-ambil, saya bawa kerumah ya.?
Mu’allim menerima jasa baik yang
ditawarkan. Rupanya entah salah paham atau memang maksudnya tidak baik, beras
tersebut ternyata di bawa kerumahnya si karyawan itu.
Setelah beberapa hari istri Mu’allim
mulai gusar dan emosinya meninggi, bahkan sampai marah-marah. ”belajar bisa
marah ama orang, jatah beras dua bulan di ambil diem aje!!!” Mu’allim tetap
tenang dan tidak melayani kemarahan sang istri, bahkan ia menjawab ”berarti itu
bukan rizki kita, insya allah nanti ada gantinya.”
Tak berapa lama murid terdekatnya
datang. H.Yunus mendengar ada sedikit kegaduhan di rumah itu, si murid
memberanikan diri untuk bertanya gerangan apa yang terjadi. Istri Mu’allim
menjawab ”Ni…guru lu, beras jatah dua bulan di ambil, didiemin aje.”
Spontan sang murid berinisiatif menjawab,
”O.. beras yang itu ada di rumah saya, nanti saya ambilin”
Bergegas H. Yunus berangkat ke pasar dan
membeli dua karung beras, dan langsung diantarnya ke rumah Mu’allim.
Di keluarganya, Mu’allim juga mendidik
anak-anaknya dengan penuh kesabaran. salah seorang putranya, Ustadz Muhammad
yang saat ini meneruskan jejak dakwahnya mengatakan, ”orang tua saya tidak
pernah ada marahnya sama sekali kepada anak-anaknya, bertolak belakang dengan
ibu yang amat tegas. Ujar anaknya.
Di samping sabar, ia juga sosok orang
tua yang sangat perhatian dengan keluarga besarnya. Sering kali ia membeli
makan dalam jumlah yang agak banyak untuk kemudian di bagikan kepada kerabatnya
yang tinggal di Bukit Duri. meski sudah menjadi sosok yang sangat dihormati
ketika itu, namun ia tidak segan-segan untuk menghampiri rumah kerabatnya satu
persatu. begitu pula bila menjelang lebaran, hampir semua kerabatnya mendapat
hadiah darinya berupa sarung, baju atau bingkisan lainya. Padahal ia sendiri
bukan orang yang berlebih, melainkan orang yang hidup dengan penuh
kesederhanaan.
Saat tekanan penjajah Belanda sedang
keras-kerasnya di wilayah Bukit Duri dan sekitarnya, seluruh ulama yang berdiam
di sana sempat angkat kaki dari wilayah itu, dan pindah ke kampung lain.
Tapi tak demikian halnya dengan Mu’allim Wahab ia tetap bersabar menetap
dirumahnya, meskipun sempat ada suara-suara miring tentang dirinya karena
pilihannya yang tetap untuk tidak pindah. Rupanya hal itu dikarenakan
perhatiannya yang sangat mendalam terhadap masyarakatnya yang masih tetap
tinggal di sana. Katanya pada waktu itu, ”kalau saya ikut pindah juga, lalu
kalau di sini ada yang berzina karena tidak ada yang menikahkan atau tidak ada
yang mengajarkan akhlaq kepada mereka, bagaimana?
Isyarat menjelang
wafat
Sebagai seorang ulama, Mu’allim Wahab
sangat dikenal kealimannya. Lantaran keahliannya, tidaklah aneh bila pada waktu
itu hampir seluruh acara keagamaan dan kemasyarakatan di wilayah Bukit Duri
diselesaikan lewat keputusannya. Karena kealimannya itulah ia dipercaya untuk
memangku jabatan ketua pengadilan agama Jakarta selatan, bahkan kemudian untuk
lingkup Jakarta. Pada masa itu, posisi strategis ketua pengadilan agama tidak
diduduki oleh pejabat karier seperti saat ini, tapi dipercaya kepada seorang
ulama yang memang diakui kedalaman ilmunya. Sebelum Mu’allim Wahab yang
menjabat posisi itu adalah K.H Abdul Hamid. Saat ia bertemu Mu’allim Wahab yang
kemudian ia dengar akan masuk dijajaran pengurus pengadilan agama pada waktu
itu, spontan ia mengatakan mulai minggu besok Mu’allim Wahab yang akan memimpin
pengadilan agama ini.
Di mata para ulama di masanya, ia juga
memiliki kedudukan yang istimewa. Guru Mansur Jembatan Lima, seorang ulama
besar tempo dulu di Jakarta misalnya, pernah mewasiatkan, bila ia telah wafat,
hendaknya orang-orang yang biasa mengaji padanya melanjutkan pelajaran kepada
Mu’allim Wahab.
Murid-muridnya tersebar di banyak
tempat. Di Bukit Duri sendiri ia sempat mendirikan kumpulan dengan nama
Jam’iyyah Syubbanul Muslimin. Ia juga sempat menulis beberapa kitab diantaranya
yang masih tersimpan hingga kini adalah sebuah kitabnya dalam bahasa arab pada
masalah ilmu arudh (bagian dari ilmu syair). Al-awzan Al-Asjadiyah.
Di antara muridnya yang menjadi ulama
besar adalah Mu’allim Yunus dan K.H Abdullah Syafi’i . Bahkan K.H Abdullah
Syafi’i pernah mengatakan bahwa gurunya Mu’allim Wahab adalah gurunya yang
pertama kali, yang telah banyak membentuk dirinya, sebelum ia mengenal dan
berguru kepada guru lainnya.
Selain alim, sebagimana para ulama jaman
dahulu , ia juga memiliki ke istimewaan dalam hal spiritual . H yunus murid
terdekatnya pernah bertanya kepadanya bagaimana gambaran tentang Lailatul
Qodar. Saat ditanya hal itu Mu’allim Wahab sempat seperti tak dapat berkata,
lantaran sulit menggambarkan keagungan malam itu. Selang beberapa saat ia
menjawab dan bercerita, pada suatu malam di bulan ramadhan, sepulangnya ia dari
masjid di tengah malam, sesampainya ia di rumah ia kaget menyaksikan ke agungan
malam itu, ternyata rumahnya menjadi terang benderang. Dan ia segera mengambil
air wudhu menuju sumur dekat rumahnya, kemudian ia kembali dikagetkan karena
sumur yang biasanya di timba untuk mengambil airnya, di malam itu menjadi luber
dan melimpah ruah. Hingga untuk mengambilnya ia cukup mencidukan gayung
dengan tangannya. Rupanya malam itu ia memperoleh anugerah Lailatul Qodar.
Kamis sore dibulan Dzulqad’dah 1390
H/januari 1971, menjelang wafatnya Mu’allim Wahab yang sedang sakit keras,
mengatakan kepada keluarganya bahwa ia ingin bertemu dengan Habib abdurahman
Assegaf, atau yang biasa disapa Al-walid… sebelum keluarganya menyampaikan
pesan itu, rupanya hubungan bathin di antara keduanya telah membawa langkah
kaki Al-walid untuk segera menemuinya, seakan Al-Walid telah mendengar pesan
Mu’allim Wahab.
Sesampainya di kamar Mu’allim Wahab,
keduanya berbicang-bincang empat mata. Kemudian tak lama Al- Walid keluar dari
kamar dan mengatakan kepada keluarganya agar segera mempersiapkan segala
sesuatunya, karena waktunya sudah tidak lama lagi.
Jum’at dini harinya, sekitar pukul tiga
malam. Ia mengatakan kepada H. Yunus agar menyampaikan pesan kepada muridnya
K.H Abdullah Syafi’i, supaya bersedia menjadi imam dala sholat jenazah
bagi dirinya. Untuk menyampaikan amanah itu, H. Yunus agak ragu, karena sudah
ramai berita yang mengatakan K.H Abdullah Syafi’i akan segera pergi
menunaikan ibadah haji. Maka tanpa menunda-nunda H. Yunus segera mendatangi
rumah K.H Abdullah Syafi’i dan menyampaikan pesan Mu’allim Wahab.
K.H Adbullah Syafi’i menerima pesan itu
sebagai isyarat bahwa wafatnya Mu’allim Wahab memang sudah dekat sangat dekat,
oleh karenanya iapun tak ragu menunda keberangkatannya. Dengan tegas K.H
Abdullah Syafi’i menjawab “ ya, insya allah bisa”
Kabar tentang akan wafatnya Mu’allim
Wahab sudah menyebar kemana-mana sehingga jum’at pagi itu rumahnya dipenuhi
orang banyak. Hampir semua Ulama besar di Jakarta berkumpul di rumah Mu’allim
Wahab, mendampinginya dengan mengaji dan membacakan surah yasin dan yang
lainnya saat itu, Al-Walid tidak tampak di tengah-tengah mereka dan Mu’allim
Wahab pun sudah tidak dapat berkata apa-apa.
Ketika waktunya hampir dekat Al-walid
tiba-tiba datang dan memberikan aba-aba untuk seluruh yang hadir agar
bersama-sama membacakan tahlil dengan dipimpin oleh Al-walid sendiri. Anehnya
Mu’allim Wahab, yang sedari tadi tidak dapat berkata apa-apa , seketika ikut
bertahlil bersama dengan suara yang cukup jelas terdengar. Tidak lama, setelah
kalimat tahlil di baca berulang-ulang secara bersama-sama sekitar lima menit,
Mu’allim Wahab pun menghembuskan nafasnya yang terakhir
Jum’at sekitar pukul sembilan pagi
Mu’allim Wahab wafat, dan kemudian dishaladkan oleh K.H Abdullah Syafi’i,
sebagaimana pesannya. Jenazah yang mulia di makamkan di sekitar Masjid
Al-Makmur, yang dulu berdiri atas perkenannya, saat ikhtilaf (perselisihan
antara ulama) karena letaknya terlalu dekat dengan Masjid Ath-Thahiriyah.
Kealiman dan Kesabarannya telah menuntun Mu’allim Wahab menutup
kehidupannya di alam fana ini, dengan mengucapkan kalimat tauhid. La Ilaha
Illallah…………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar